Ehm..
Test... Test...
Pada kesempatan yang lumayan lapang ini (emang bolaa), senang sekali saya bisa memperbaharui postingan blog yang sudah cukup manis ini.. (hahaha)
Kali ini saya coba bercerita tentang perjalanan pendakian menuju gunung Merapi. Pendakian yang sengaja kita bertiga waktu itu, saya, mas Dzikri, dan mas Bambang lakukan bertepatan dengan pergantian malam tahun baru 2014.
Perjalanan dimulai dari kampus kita tercinta, STIE Swastamandiri yang terletak di Jalan Tejonoto 1 Danukusuman Gading mulai pukul 4 sore waktu Surakarta bagian menenangkan (emang ada?). Kondisi gerimis-gerimis yang bersahaja tetap tidak menyurutkan langkah kita bertiga untuk berangkat menuju pos pendakian Merapi di wilayah Selo, Boyolali. Dengan perbekalan yang sudah dipersiapkan, kita berangkat menggunakan 2 buah sepeda motor.
Perjalanan Surakarta-Boyolali menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam ditempuh dengan kecepatan sepeda motor yang lumayan menegangkan. Gerimis semakin deras (hujaaan maksudnya), yang membuat roda sepeda motor menjadi agak-agak licin itu menyebabkan mas Bambang dan mas Dzikri mengendarainya lebih berhati-hati.
2 jam perjalanan tertempuh sudah dengan selamat. Kita berhenti di sebuah masjid yang biasa ditempati oleh para pendaki untuk sholat secara berjamaah. Hawa dingin yang sudah menusuk-nusuk mesra di kulit masing-masing orang yang berada dikawasan itu, membuat semuanya berpakaian tebal. Jaket, kaos kaki, kaos tangan, dan perlengkapan sebagainya digunakan untuk sekedar menawar dinginnya pedesaan Boyolali.
Setelah mengambil wudhu, kita bertiga melaksanakan sholat maghrib berjamaah plus sholat isya' yang dilakukan secara qoshor. Setelah sholat, kita lanjutkan dengan aktivitas yang bermanfaat (dan mengenyangkan) yaitu makan malam. Makan malam kali ini terbilang sangat lumayan berbeda daripada makan-makan malam yang sebelumnya sering kita laksakan dikantin kampus. Menu yang dipesan harus atau minimal hangat, dengan minuman yang panas bahkan.
Setelah dirasa cukup (kenyang), kita bertiga kembali ke masjid untuk istirahat. Istirahat yang ditargetkan akan lama karena kita bertiga akan memulai pendakian pada pukul 1 malam waktu Boyolali bagian banyak petasan yang meledak pada waktu itu.
Pendaki gunung yang lain sudah mulai bergerak. Entah mereka mendaki dengan sistem kemping atau apapun itu, sehingga membuat masjid kosong melompong yang hanya menyisakan 3 gelintir orang dari kita saja. Maklum, perlengkapan pendaki lain lebih lengkap se tenda-tendanya. Kita? Ya belum punya tenda, maka dari itu istirahat di masjid (ciyyaaaan).
(tiba-tiba senyap zzzzzzzzz.........)
Tepat jam 00.00 waktu setempat. Ramai, nyenengin, berisik, ngesellin, semua rasa itu terkumpul menjadi satu. Ramai dan nyenengin disebabkan oleh bunyi banyak petasan yang diledakkan dengan beriring-iringan dibarengi dengan teriakan menyambut pergantian tahun menuju 2014. Berisik dan ngesellin dikarenakan mengganggu istirahat kita orang bertiga. Yyah itulah gambaran kondisi yang bisa dilaporkan pada malam itu.
Karena sudah terlanjur terbangun, kita bertiga melakukan pemanasan-pemanasan ringan. Lari-lari kecil, jingkrak-jingkrak, scot jump, dan lain sebagainya sebagai langkah awal persiapan dalam melakukan pendakian. Lumayan, pemanasan yang dilakukan selama 30 menit itu membuat badan masing-masing kita sedikit merasakan hawa-hawa pendakian yang bergairah.
Setelah siap, kita berangkat menuju pos pendakian Merapi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari masjid. Mak nyessssss (enam kali huruf s), dua kata yang cukup mewakili hawa dinginnya malam itu. Setelah menitipkan motor dirumah warga, melakukan administrasi wajib bagi setiap pendaki, perjalanan pun dimulai dari sini. Satu langkah yang kita bertiga pijakkan dengan dibarengi kalimat "Bismillahirrohmaanirrohiim" mengawali terjadinya pendakian Merapi di era menyenangkan dan men-dag-dig-dug kan pada waktu itu.
Semasa perjalanan, suasana yang ditampilkan oleh gunung Merapi beserta jajarannya sangat biasa. Sepi, tenang, dan tanpa ada suara kicauan burung gunung sekalipun. Yang terlihat tidak biasa pada perjalanan malam itu adalah justru tanah-tanahnya, tanah Merapi yang sudah retak sana-sini dan ditambah lagi juga jarangnya terdapat longsoran yang cukup besar dibagian sebelah kiri.
Karena dirasa jarak pendakian Merapi tidak terlalu lama, kita bertiga akhirnya memutuskan untuk berhenti di pos 1. Lumayan, kondisi pos 1 Merapi kali itu cukup ramai. Istirahat yang baik ketika menempuh suatu perjalanan adalah istirahat senyaman mungkin sambil minum yang anget-anget kalau dingin atau minum yang dingin-dingin kalau anget (Hahaha...) Begitu juga kita bertiga. Mas Bambang mengeluarkan kompor beserta gas-nya, mas Dzikri mengeluarkan panci beserta sendoknya, dan saya (eng-ing-eeeeeng) mengeluarkan susu, kopi jahe beserta jodohnya, yaitu air.
(tsaaah, kibas rambut)
Ritual memasak kopi jahe panas pun dimulai. Setelah air yang dimasak mengalami pem-blubuk-blubukaan (apaaaah ini paaah..) 3 bungkus serbuk kopi jahe pun dimasukkan. Tidak lama, terciumlah aroma kopi jahe yang tidak terlihat wujudnya (yaiyaa, kaan menciuum)... Terhirup harumnya, terbayang kenikmatan dalam tiap seruputannya, terbesit kehangatan yang terkandung ketika kita menenggelamkannya ke kerongkongan. (Hahaha)
Setelah merasa hangat-hangat mengkhawatirkan, kita melanjutkannya dengan melaksanakan tidur (lagi). Inilah pendakian ter-enak sepanjang sejarah pendakian yang sudah dilakukan oleh seorang Ahmad Dzakiyuddin. Makan, tidur, bangun, ndaki, jalan sebentar, istirahat, minum-minum kopi, tidur lagi. Begitulah urutan-urutannya.
Subuh tiba. Kita bertiga bangun dan langsung mengambil air untuk wudhu. Sholat subuh yang syahdu, sama seperti suasana sholat shubuh-sholat shubuh dalam pendakian sebelum-sebelumnya.
Usai sholat, ritual pengepack-an dimulai. Setelah dilanjutkan sarapan dengan roti secukupnya, minum sedikit air sewajarnya, kita bertiga melanjutkan pendakian. Suasana labil diperlihatkan Merapi pagi itu. Sedikit terang, tiba-tiba mendung dan berkabut. Tidak lama jalan, kembali terang, begitulah seterusnya. Ketika terang sedikit, juga didukung oleh pemandangan yang terbilang mantep, otomatis kita bertiga minta diambil gambar.
Gimana? Tjakep-tjakep yaak? Hahaha #dikeplak
Memasuki pos 2, gambaran pendakian yang diperlihatkan Merapi terlihat beda. Setelah ebelumnya yang ada hanya tanah-tanah, retakannya, beserta longsorannya, kali ini diperlihatkan dengan tanah dan banyak bebatuan dari berbagai ukuran yang berbeda. Track yang disuguhkan pun terasa lebih aduhai bin waw alias waduwh (opooo to ikii).
Tanah dan batuan yang lebih licin membuat kita orang bertiga lebih berhati-hati. Tapi yang lebih bagusnya, jalan-jalan yang kita lewati menampilkan pemandangan disebelah kanan dan kiri yang tidak kalah sedapnya (kalau dicocol pakai sambel kacaaang hahaha) dengan kesusahan track yang dilewati. Lumayaan, mantap.
Perjalanan yang tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai dipos tiga. Pos tiga yang tidak jauh berbeda menampilkan track dan pemandangan dengan apa yang ada dipos dua. Hanya saja kali ini lebih banyak batuannya dibandingkan dengan pos dua yang berimbang antara bebatuan dan hijaunya alam Merapi. Dipos tiga inilah kita orang bertiga banyak mengambil foto demi mengabadikan moment indah dalam ekspedisi Merapi kali perdana ini.
Mau lihat foto-fotonya? Hahaha..
Nggak usah dijawab, da emang mau dipamerin foto-fotonya :p
"Yo'i banget"... Dua kata untuk mewakili perasaan kerennya pendakian Merapi ini. Cuaca selama pendakian yang berawal terang, tiba-tiba berangsur mendung, disusul hembusan angin yang kencang, kabut tebal, sehingga dirasa titik-titik embun menetes serupa gerimis lebih sedikit rasa hujan yang bukan hujan (mudeeeng?).
Perjalanan kita lanjutkan melewati bongkahan demi bongkahan batu Merapi yang konon hasil longsor akibat aktivitas batuknya gunung ini beberapa waktu sebelumnya.
Angin yang semakin berhembus kencang serasa membuat setiap kita yang berjalan kali itu terdorong-dorong. Melewati gerombolan pendaki lainnya membuat kita bertiga bertegur sapa dengan mereka, walau hanya dengan lontaran kalimat "ayoo mas lanjut!" dan "misi mas duluaan..." yang coba dikeluarkan dari mulut kita.
Berbeda dengan para pendaki yang sudah turun. Mereka lah yang justru menyapa kita. Seseorang dari mereka yang turun bertanya,
"mau naik sampai mana mas...?"
Segera pertnyaan tersebut disahut oleh mas Dzikri,
"sampai Pasar Bubrah aman nggak mas? Anginnya tambah kenceng?"
"waah, banget mas.. Mending nggak usah dilanjutkan, kita-kita aja basah begini. Kalau sampai sana malah nyesel nanti, beneran."
Begitu jawaban dari seseorang itu.
Dari jawaban tersebut bisa kita bertiga ambil kesimpulan bahwa pendakian dicukupkan hanya sampai disini. Pos tiga jauh, sebelum menanjak sekali tanjakan lagi yang sampai pada suatu tempat biasa disebut "Pasar Bubrah".
"Oke mas, makasih infonyaa.." Mas Dzikri menyambung.
Yasudah.. karena cuaca yang tidak mendukung, kita cukupkan hanya disini. Hmm..
Demi memenuhi teriakan perut yang minta untuk di isi, akhirnya kita orang bertiga turun sedikit kebawah. Mencari tempat yang aman untuk memasak..
Dengan ini catatan pendakian Merapi 2,968 mdpl ane cukupkan hanya sampai disini, ketemu lagi n bisa mbaca-mbaca dilain kesempatan. Diwaktu pendakian selanjutnya, insya Allah... :))
0 Comments:
Post a Comment